Batavia!Sebutan untuk kota pusat perdagangan, pemerintahan, politik, ekonomi,
kemasyarakatan, kebudayaan, dan kekuasaan Belanda di Hindia Belanda.
Penyebutan tersebut selama tiga setengah abad, sejak didirikan Jan
Pieterzoon Coen tahun 1619 hingga 10 Desember 1942. Nama ini dipilih
untuk mengenang suku bangsa Germania yang disebut oleh C. J. Caesar
dalam bukunya Bellum Gallicum (50 SM) - yaitu Batavir yang menghuni daerah di sekitar mulut Sungai Rhein, yang dianggap leluhur orang Belanda. Nama Batavia baru disahkan pada tahun 1620, perihal yang tidak disukai Coen karena ia ingin menamakan kota ini Nieuw Hoorn (Hoorn Baru), sesuai nama kota kelahirannya di Belanda. Namun penguasa yang lebih tinggi di Belanda menamakan tempat itu Batavia.
Sebelumnya orang pribumi menyebut daerah itu Jayakarta. Sejarahnya berawal dari tahun 1611, ketika orang Belanda berhasil membangun sebuah pos perdagangan di wilayah itu. Kesultanan Banten, yang berkuasa tidak senang dengan kehadiran orang Belanda ini, akibatnya timbul pertikaian dan pertempuran pun terjadi. Pada bulan Januari 1619, Coen kembali ke Jayakarta dengan 17 kapal perang dan tanggal 30 Mei 1619 Jayakarta akhirnya dapat dikuasai. Setelah Belanda mengalahkan Inggris, Coen memutuskan menjadikan Jayakarta sebagai pusat perdagangan dan kekuasaan Belanda di Hindia Belanda dan mengganti namanya menjadi Batavia. Setelah itu mulailah VOC membangun sebuah pemukiman baru di atas reruntuhan kota yang ditinggalkan oleh penghuninya. Dalam membangun kembali kota , Coen mulai dengan membangun benteng untuk menggantikan benteng lama (Fort Jacatra) dan diberi nama Kasteel Batavia, luasnya sekitar 9 kali benteng lama dengan bentuk tidak banyak berbeda dengan benteng lama.
Pola kota Batavia berbentuk persegiempat, tiap sudutnya terdapat bastion yang menonjol keluar, masing-masing bernama Diamant, Robijn, Parrel, dan Saphier. Terbagi dua bagian: barat dan timur, dipisahkan oleh Sungai Ciliwung. Bagian barat merupakan tempat pemukiman golongan rendahan, orang Portugis dan Cina, sedang bagian timur terutama Tijgergracht (sekarang n. Pos Kota) banyak dihuni oleh orang-orang kaya dalam rumah-rumah besar dan mewah, dengan taman-taman yang luas. Batavia sebagai wilayah residentie terbagi 3 daerah (Ajdeling), yaitu : de Stad en Voorsteden (Kota dan Kota Pelabuhan), Buiten de Stad (Luar Kota) dan Ommelanden (sekitar Batavia) . Wilayah Batavia yang masih dikelilingi rawa-rawa itu, pada pertengahan abad ke-19 terbagi menjadi 4 Ajdeling yaitu: Stad en Voorsteden (bagian utara), Meester Cornelis (bagian timur), Tangerang (bagian barat), dan Buitenzorg (bagian selatan).
Kota Batavia merupakan kota bentengn karena dikelilingi oleh tembok-tembok tinggi. Di luar tembok dihuni oleh orang-orang Jawa, Makassar, Bugis, Ambon, Cina dan lain-lain. Mereka adalah petani sayur, pedagang kecil dan para tukang (mula-mula hanya bagian selatan tembok saja, tetapi kemudian mereka menyebar sampai di Tangerang dan di Bekasi). Di tempat yang baru ini kemudian didirikan penggilingan tebu. Di sebelah timur kota terdapat kubu pertahanan Ancol, Agak ke arah barat terdapat Bacherantsgracht, yang airnya mengalir ke arah Angke. Di sebelah selatan terdapat pos keamanan Rijswijk (kira-kira dekat bekas gedung Harmoni). Ada lagi pos keamanan Noordwijk yang terletak di Pintu Air. Di ujung selatan terdapat kubu pertahanan Meester Cornelis (Jatinegara).
Setelah dipimpin oleh beberapa gubernur jenderal sehabis J.P Coen, Batavia mengalami perkembangan. Berdasarkan peta van der Parra, Kota Batavia (Jakarta) dapat kita dibagi menjadi bagian, yakni kastel, pusat kota yang dikelilingi tembok pertahanan dan terakhir adalah kota di luar tembok pertahanan. Bangunan kota terbagi menjadi beberapa blok oleh jalan dan parit, baik yang melintang maupun yang membujur. Jaringan pada umumnya ditata paralel di kiri kanan parit (terusan kanaaf) yang serba lurus dan saling berpotongan satu sama lainnya sehingga membentuk sudut siku-siku berpola papan catur. Pola penataan kota seperti ini dianggap sebagai suatu perencanaan kota yang sudah maju, yaitu suatu kota yang berlatar belakang efisien dalam pengolahan lingkungan. Pusat kota berbentuk belah ketupat (paralellogram), terbagi arah utara selatan oleh lima kanaal (parit), yaitu Parit Buaya (Kaaimanagracht), Parit Harimau (Tijgersgracth), Kali Besar, Parit Jonker atau Roa Malaka dan Parit Badak (Rhinocherosgracht). Kemudian parit yang membagi jalur-jalur menjadi sejumlah besar persegi empat panjang, yakni Parit Singa betina (Leeuweningracht) , Parit Amsterdam (Amsterdamgracht) dan Parit Melayu (Melayugracht).
Pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan, maka penguasaan atas Indonesia juga berganti seiring dengan perkembangan politik di negeri Belanda. Sejak abad ke 18 peranan Batavia telah berubah dari kota pelabuhan pengumpul rempah-rempah menjadi ibukota dan pusat kekuatan kolonial yang secara langsung mengontrol wilayah Indonesia. Kemudian Tanjung Priok dibangun sebagai pelabuhan yang baru menggantikan Pasar Ikan sebagai pelabuhan lama. Pada abad ke-19, perkembangan Kota Batavia terjadi sekitar 3 mil ke selatan Gambir, sepanjang Ciliwung, Jatinegara yang antara lain disebabkan kondisi sanitasi dan banjir yang sering menggenangi Weltevreden, sehingga para pejabat senior pemerintah Hindia Belanda dan keluarganya pindah ke sana. Untuk mengontrol banjir dibangun dua kanal: di sebelah barat (Kanaal Barat) dan di sebelah timur (Gunung Sahari Kanaal). Karena itu nampak jelas Batavia membentuk suatu pola lineal perkembangan urban dari utara ke selatan mengikuti Kanaal Ancol dan Kali Ciliwung, panjangnya sekitar 10 mil.
Dalam perkembangannya, Batavia terpisah menjadi tiga bagian terdiri atas (1) bagian utara (Batavia Lama) terkenal sebagai pusat perdagangan besar beljalan; (2) bagian tengah (Batavia Centrum) meliputi Noordwijk, Rijswijk, Pasar Baru, daerah kota yang terletak di tengah ini sangat dipengaruhi proses urbanisasi; (3) bagian sebelah selatan yang dimulai kira-kira pada batas utara Koningsplein merupakan perkampungan rumah tinggal. Selain pembagian tiga daerah tersebut terdapat pembagian "Kota Atas", atau "Kota Pemukiman" dan "Kota Bawah".Wilayah pusat merupakan wilayah pernukiman elit pemerintah kolonial Belanda, sedangkan pusat perdagangan didiami oleh orang Cina dan Timur Asing lainnya seperti Arab dan India. Kawasan pinggiran adalah kawasan bumi putra. Kawasan pinggir kota lebih menyerap pendatang dan perantau yang mengalir dari berbagai kawasan di Hindia Belanda. Arus urbanisasi ini pada umumnya melalui saluran famili, kerabat dan teman sekampung.
Keadaan kota yang terlalu pengap, rnembuat penduduk berpindah keluar tembok, terutama ke daerah Weltevreden. Perpindahan penduduk ke arah selatan bertambah besar setelah Gubernur Jenderal van Imhoff memberi contoh dengan mendirikan gedung di Buitenzorg (di Kota Bogor), yang di kemudian hari diresmikan sebagai istana Gubernur Jendral. Pada akhir abad ke19 dan awal abad ke-20 terjadi peningkatan jumlah kedatangan orang Belanda dan orang Eropa lainnya ke Hindia Belanda. Hal tersebut memberi warna tersendiri bagi Kota (Batavia) terutama bergaya lebih Eropa, terlihat dari rumah-rumah yang dibangun. Kawasan Weltevreden telah dibangun seluruhnya, sehingga pemerintah kotapraja Batavia mulai mengembangkannya ke arah selatan dengan membeli tanah partikulir Menteng (1908) dan Gondangdia (1920). Kemudian pada tahun 1935, dikeluarkan suatu ordonansi yang termuat dalam Stb. 1934 no. 687 yang mulai berlaku 11 Januari 1935 mengenai perluasan daerah administratif Batavia. Stadgemeente Meester Cornelis (Jatinegara) dibubarkan dan diintegrasi ke wilayah Batavia. Pada tahun 1930-an Batavia berkembang menjadi suatu kota kolonial modern (een moderne koloniale stad).
Kota Batavia terdiri dari 17 distrik dan 2599 desa. Setiap daerah di Batavia terbagi menjadi blok-blok, seperti Blok A, Blok B, Blok C. Dan seterusnya, yang dikepalai oleh seorang wijkmeester (semacam kepala desa atau bek). Dari akhir abad ke-17 sampai akhir abad ke-18 keadaan Kota Batavia dikatakan sebagai: beriklim buruk, kabutnya beracun, dan paritnya tercemar. Banyak penyakit-penyakit aneh dengan nama yang seram-seram seperti: remitterende rotkoorsten (demam maut), roode loop (berak-berak merah), febres ardentes, malignae et putridaedan mort de chien (demam parah, jahat dan busuk, dan mati mendadak).
Berdasarkan ciri-cirinya, Kota Batavia yang modern dapat digolongkan ke dalam 4 bagian, namun dengan batas antar bagian yang tidak tajam yaitu Kawasan Kota Tua (oude Beneden Stad termasuk Molenvliet), Weltevreden (yang disebut Batavia-Centrum), Jalan Raya Kramat-Salemba-Matraman (termasuk Meester Cornelis), bagian Batavia yang paling modern yakni Gondangdia Baru dan Menteng. Pada tahun 1942, kekuasaan Belanda berakhir setelah masuknya tentara pendudukan Jepang. Pada masa gencar-gencarnya usaha pemerintah pendudukan Jepang menghancurkan pengaruh Eropa, segala yang berbau Eropa dilarang, nama Batavia pun diganti lagi dengan Jakarta.
Sebelumnya orang pribumi menyebut daerah itu Jayakarta. Sejarahnya berawal dari tahun 1611, ketika orang Belanda berhasil membangun sebuah pos perdagangan di wilayah itu. Kesultanan Banten, yang berkuasa tidak senang dengan kehadiran orang Belanda ini, akibatnya timbul pertikaian dan pertempuran pun terjadi. Pada bulan Januari 1619, Coen kembali ke Jayakarta dengan 17 kapal perang dan tanggal 30 Mei 1619 Jayakarta akhirnya dapat dikuasai. Setelah Belanda mengalahkan Inggris, Coen memutuskan menjadikan Jayakarta sebagai pusat perdagangan dan kekuasaan Belanda di Hindia Belanda dan mengganti namanya menjadi Batavia. Setelah itu mulailah VOC membangun sebuah pemukiman baru di atas reruntuhan kota yang ditinggalkan oleh penghuninya. Dalam membangun kembali kota , Coen mulai dengan membangun benteng untuk menggantikan benteng lama (Fort Jacatra) dan diberi nama Kasteel Batavia, luasnya sekitar 9 kali benteng lama dengan bentuk tidak banyak berbeda dengan benteng lama.
Pola kota Batavia berbentuk persegiempat, tiap sudutnya terdapat bastion yang menonjol keluar, masing-masing bernama Diamant, Robijn, Parrel, dan Saphier. Terbagi dua bagian: barat dan timur, dipisahkan oleh Sungai Ciliwung. Bagian barat merupakan tempat pemukiman golongan rendahan, orang Portugis dan Cina, sedang bagian timur terutama Tijgergracht (sekarang n. Pos Kota) banyak dihuni oleh orang-orang kaya dalam rumah-rumah besar dan mewah, dengan taman-taman yang luas. Batavia sebagai wilayah residentie terbagi 3 daerah (Ajdeling), yaitu : de Stad en Voorsteden (Kota dan Kota Pelabuhan), Buiten de Stad (Luar Kota) dan Ommelanden (sekitar Batavia) . Wilayah Batavia yang masih dikelilingi rawa-rawa itu, pada pertengahan abad ke-19 terbagi menjadi 4 Ajdeling yaitu: Stad en Voorsteden (bagian utara), Meester Cornelis (bagian timur), Tangerang (bagian barat), dan Buitenzorg (bagian selatan).
Kota Batavia merupakan kota bentengn karena dikelilingi oleh tembok-tembok tinggi. Di luar tembok dihuni oleh orang-orang Jawa, Makassar, Bugis, Ambon, Cina dan lain-lain. Mereka adalah petani sayur, pedagang kecil dan para tukang (mula-mula hanya bagian selatan tembok saja, tetapi kemudian mereka menyebar sampai di Tangerang dan di Bekasi). Di tempat yang baru ini kemudian didirikan penggilingan tebu. Di sebelah timur kota terdapat kubu pertahanan Ancol, Agak ke arah barat terdapat Bacherantsgracht, yang airnya mengalir ke arah Angke. Di sebelah selatan terdapat pos keamanan Rijswijk (kira-kira dekat bekas gedung Harmoni). Ada lagi pos keamanan Noordwijk yang terletak di Pintu Air. Di ujung selatan terdapat kubu pertahanan Meester Cornelis (Jatinegara).
Setelah dipimpin oleh beberapa gubernur jenderal sehabis J.P Coen, Batavia mengalami perkembangan. Berdasarkan peta van der Parra, Kota Batavia (Jakarta) dapat kita dibagi menjadi bagian, yakni kastel, pusat kota yang dikelilingi tembok pertahanan dan terakhir adalah kota di luar tembok pertahanan. Bangunan kota terbagi menjadi beberapa blok oleh jalan dan parit, baik yang melintang maupun yang membujur. Jaringan pada umumnya ditata paralel di kiri kanan parit (terusan kanaaf) yang serba lurus dan saling berpotongan satu sama lainnya sehingga membentuk sudut siku-siku berpola papan catur. Pola penataan kota seperti ini dianggap sebagai suatu perencanaan kota yang sudah maju, yaitu suatu kota yang berlatar belakang efisien dalam pengolahan lingkungan. Pusat kota berbentuk belah ketupat (paralellogram), terbagi arah utara selatan oleh lima kanaal (parit), yaitu Parit Buaya (Kaaimanagracht), Parit Harimau (Tijgersgracth), Kali Besar, Parit Jonker atau Roa Malaka dan Parit Badak (Rhinocherosgracht). Kemudian parit yang membagi jalur-jalur menjadi sejumlah besar persegi empat panjang, yakni Parit Singa betina (Leeuweningracht) , Parit Amsterdam (Amsterdamgracht) dan Parit Melayu (Melayugracht).
Pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan, maka penguasaan atas Indonesia juga berganti seiring dengan perkembangan politik di negeri Belanda. Sejak abad ke 18 peranan Batavia telah berubah dari kota pelabuhan pengumpul rempah-rempah menjadi ibukota dan pusat kekuatan kolonial yang secara langsung mengontrol wilayah Indonesia. Kemudian Tanjung Priok dibangun sebagai pelabuhan yang baru menggantikan Pasar Ikan sebagai pelabuhan lama. Pada abad ke-19, perkembangan Kota Batavia terjadi sekitar 3 mil ke selatan Gambir, sepanjang Ciliwung, Jatinegara yang antara lain disebabkan kondisi sanitasi dan banjir yang sering menggenangi Weltevreden, sehingga para pejabat senior pemerintah Hindia Belanda dan keluarganya pindah ke sana. Untuk mengontrol banjir dibangun dua kanal: di sebelah barat (Kanaal Barat) dan di sebelah timur (Gunung Sahari Kanaal). Karena itu nampak jelas Batavia membentuk suatu pola lineal perkembangan urban dari utara ke selatan mengikuti Kanaal Ancol dan Kali Ciliwung, panjangnya sekitar 10 mil.
Dalam perkembangannya, Batavia terpisah menjadi tiga bagian terdiri atas (1) bagian utara (Batavia Lama) terkenal sebagai pusat perdagangan besar beljalan; (2) bagian tengah (Batavia Centrum) meliputi Noordwijk, Rijswijk, Pasar Baru, daerah kota yang terletak di tengah ini sangat dipengaruhi proses urbanisasi; (3) bagian sebelah selatan yang dimulai kira-kira pada batas utara Koningsplein merupakan perkampungan rumah tinggal. Selain pembagian tiga daerah tersebut terdapat pembagian "Kota Atas", atau "Kota Pemukiman" dan "Kota Bawah".Wilayah pusat merupakan wilayah pernukiman elit pemerintah kolonial Belanda, sedangkan pusat perdagangan didiami oleh orang Cina dan Timur Asing lainnya seperti Arab dan India. Kawasan pinggiran adalah kawasan bumi putra. Kawasan pinggir kota lebih menyerap pendatang dan perantau yang mengalir dari berbagai kawasan di Hindia Belanda. Arus urbanisasi ini pada umumnya melalui saluran famili, kerabat dan teman sekampung.
Keadaan kota yang terlalu pengap, rnembuat penduduk berpindah keluar tembok, terutama ke daerah Weltevreden. Perpindahan penduduk ke arah selatan bertambah besar setelah Gubernur Jenderal van Imhoff memberi contoh dengan mendirikan gedung di Buitenzorg (di Kota Bogor), yang di kemudian hari diresmikan sebagai istana Gubernur Jendral. Pada akhir abad ke19 dan awal abad ke-20 terjadi peningkatan jumlah kedatangan orang Belanda dan orang Eropa lainnya ke Hindia Belanda. Hal tersebut memberi warna tersendiri bagi Kota (Batavia) terutama bergaya lebih Eropa, terlihat dari rumah-rumah yang dibangun. Kawasan Weltevreden telah dibangun seluruhnya, sehingga pemerintah kotapraja Batavia mulai mengembangkannya ke arah selatan dengan membeli tanah partikulir Menteng (1908) dan Gondangdia (1920). Kemudian pada tahun 1935, dikeluarkan suatu ordonansi yang termuat dalam Stb. 1934 no. 687 yang mulai berlaku 11 Januari 1935 mengenai perluasan daerah administratif Batavia. Stadgemeente Meester Cornelis (Jatinegara) dibubarkan dan diintegrasi ke wilayah Batavia. Pada tahun 1930-an Batavia berkembang menjadi suatu kota kolonial modern (een moderne koloniale stad).
Kota Batavia terdiri dari 17 distrik dan 2599 desa. Setiap daerah di Batavia terbagi menjadi blok-blok, seperti Blok A, Blok B, Blok C. Dan seterusnya, yang dikepalai oleh seorang wijkmeester (semacam kepala desa atau bek). Dari akhir abad ke-17 sampai akhir abad ke-18 keadaan Kota Batavia dikatakan sebagai: beriklim buruk, kabutnya beracun, dan paritnya tercemar. Banyak penyakit-penyakit aneh dengan nama yang seram-seram seperti: remitterende rotkoorsten (demam maut), roode loop (berak-berak merah), febres ardentes, malignae et putridaedan mort de chien (demam parah, jahat dan busuk, dan mati mendadak).
Berdasarkan ciri-cirinya, Kota Batavia yang modern dapat digolongkan ke dalam 4 bagian, namun dengan batas antar bagian yang tidak tajam yaitu Kawasan Kota Tua (oude Beneden Stad termasuk Molenvliet), Weltevreden (yang disebut Batavia-Centrum), Jalan Raya Kramat-Salemba-Matraman (termasuk Meester Cornelis), bagian Batavia yang paling modern yakni Gondangdia Baru dan Menteng. Pada tahun 1942, kekuasaan Belanda berakhir setelah masuknya tentara pendudukan Jepang. Pada masa gencar-gencarnya usaha pemerintah pendudukan Jepang menghancurkan pengaruh Eropa, segala yang berbau Eropa dilarang, nama Batavia pun diganti lagi dengan Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar