Trend kecantikan bagi perempuan terus berkembang. Berbagai cara rela
ditempuh oleh kaum hawa untuk tetap tampil menarik. Salon kecantikan
menawarkan pula berbagai program perawatan tubuh, dari ujung kaki hingga
pucuk kepala.
Ingin sedap dipandang mata, sebagian orang mencukur alis di kedua
pelipis matanya. Ada yang merapikannya dengan menggunting bagian
tepinya, sebagian lagi merasa kurang puas, hingga harus mencukur habis
bulu alisnya. Bagaimana hukum memotong bulu alis dalam perspektif fikih
klasik?
Prof Abdul Karim Zaidan dalam Al-Mufashhal fi Ahkam al-Marati wa Bait al
Muslim mengatakan, para ulama tidak sepakat terkait hukum memotong atau
mencukur bulu alis. Perbedaannya ada pada ketidaksamaan persepsi
penafsiran hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Masud.
Hadis itu menyebutkan laknat Allah SWT atas sejumlah kelompok, salah
satunya ialah para pencukur alis mata.
Menurut sebagian ulama, larangan mencabut an-namsh alis itu didasari
atas sebuah alasan, yaitu guna mengindari penyerupaan atas para ahli
maksiat atau dijadikan sebagai modus penipuan dengan menyamar.
Bila kekhawatiran itu tidak terjadi atau kemungkinannya nihil, tak
jadi soal mencabut atau menghilangkan alis mata. Pendapat ini diambil
oleh Ibn al-Jauzi. Ini seperti dinukilkan dari kitab al-Iqna. Ia
merupakan satu-satunya tokoh dari Mazhab Hanbali yang berpandangan
demikian.
Ada juga ulama yang memandang bahwa sebetulnya yang dilarang pada
hadis riwayat Abdullah bin Masud tersebut ialah menghilangkan alis mata
dengan cara mencabut hingga akarnya. Sedangkan, bila hanya mencukur atau
menggunting hal itu diperbolehkan. Ini merupakan pendapat yang berlaku
di mayoritas Mazhab Hanbali.
Menurut Mazhab Maliki, larangan itu berlaku bagi perempuan yang tidak
lagi diperbolehkan berhias secara muluk-muluk. Mereka, misalnya, adalah
istri yang ditinggal mati atau dicerai suaminya. Dengan demikian, hadis
ini tidak bertentangan dengan riwayat Aisyah RA yang memperbolehkan
menghilangkan alis di wajah.
Di kalangan Mazhab Syafii, menurut Syekh Sulaiman al-Jamal as-Syafii,
penghilangan alis diperbolehkan bila yang bersangkutan telah
mengantongi izin suami. Tindakan itu ia ambil dengan tujuan mempercantik
diri dan tampil menarik guna membahagiakan suami. Bila tidak, hukumnya
tidak boleh.
Pendapat tersebut juga berlaku di Mazhab Hanafi. Menurut Ibnu Abadin
al-Hanafi, mencabut atau mencukur bulu alis dilarang bila hal itu
dilakukan untuk bersolek dan mengumbar kecantikannya di hadapan publik.
Jika hal itu dilakukan untuk menyenangkan hati suami yang kurang suka
dengan alis, tentu penghilangan alis diperbolehkan.
Imam an-Nawawi mengutarakan, ada pengecualian dari kasus larangan
mencabut bulu di bagian wajah perempuan. Yaitu, jika tumbuh kumis
ataupun jenggot tipis dan bulu halus di sekitar leher. Bulu-bulu
tersebut hukumnya boleh dihilangkan, bahkan dianjurkan.
(Ric Wynt)
(Ric Wynt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar